ISLAM menempatkan kaum perempuan pada kedudukan yang tinggi. Ini dapat dilihat dari data tekstual yang tertuang dalam Al Quran maupun hadis. Ungkapan penghargaan terhadap kaum perempuan sudah sangat lumrah kita temui dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh, ungkapan bahwa surga di bawah telapak kaki ibu. Bentuk lain yang barangkali belum banyak diketahui masyarakat luas adalah bentuk penghargaan yang diwujudkan dalam bentuk material, khususnya arsitektur Islam.
Menarik sekali jika mengamati produk arsitektur dalam masyarakat Islam. Di tanah Arab tempat kelahiran Islam, masyarakatnya membedakan antara ruang bagi perempuan (harem) dan ruang pria. Di kawasan Indonesia pun beberapa daerah menetapkan perbedaan area bagi perempuan dan pria, misalnya dengan membatasi dengan tiang atau dengan ketinggian lantai.
Untuk apakah pembedaan tersebut? Untuk membatasi gerak perempuan? Menurut saya, justru untuk melindungi perempuan dari orang-orang asing yang tidak selayaknya melihat mereka. Untuk menghindarkan perbuatan negatif yang dapat dialami kaum perempuan.
Sebenarnya arsitektur harem, khususnya di Irak abad ke-18, memiliki keunikan tersendiri. Penghuninya dapat melihat ke luar tanpa dilihat orang yang berada di luar.
Di kawasan Cairo, Mesir, pada bangunan-bangunan tempat tinggal yang terbuat dari kayu, dinding-dindingnya dibuat ornamen kerawang yang memungkinkan cahaya dan udara masuk ke dalam ruangan. Pada bagian atas, khusus tempat perempuan dibuatkan kotak khusus yang memungkinkan kaum wanita melihat ke luar melalui lubang kayu berukir tanpa terlihat dari luar.
Terasa sekali bahwa dalam arsitektur Islam, pengkhususan ruang bagi kaum perempuan jika dicermati bukanlah untuk membatasi gerak mereka karena kaum perempuan tetap memiliki akses untuk melihat lingkungan luar, tetapi lebih pada sikap melindungi.
Tak banyak yang menyadari bahwa bangunan Taj Mahal yang kemudian menjadi permata pariwisata India, yang tahun ini memasuki 350 tahun bangunan itu berdiri, merupakan contoh penghargaan seorang suami kepada istrinya.
Shah Jahan, seorang maharaja dari wangsa Mughal di era Islam India, memutuskan membangun sebuah meusoleum "seindah kecantikan istrinya" dengan konsep Islam. Istrinya, Mumtaz Mahal, artinya yang terpilih di istana, wafat pada saat melahirkan.
Istri yang telah menemaninya selama 19 tahun itu kemudian dibuatkan meusoleum yang dibangun selama 22 tahun. Meusoleum tersebut dilengkapi dengan masjid, tempat pertemuan, dan kolam-kolam yang luas. Materialnya yang terbuat dari pualam putih, emas, dan permata itu penuh dengan hiasan bunga yang terpahat di dinding dengan struktur yang megah memancarkan keanggunan dengan menara dan kubahnya.
Taj Mahal mungkin hanya bentuk simbolik berbentuk materiil tentang penghargaan seorang suami kepada istrinya dalam masyarakat Islam. Bila kembali membuka catatan sejarah Rasulullah pada masa awal kenabiannya, nyata sekali bahwa seorang suami sangatlah memerlukan istri sebagai pendamping, sebagai orang yang mampu memperkuat keimanannya. Rasulullah merasa yakin dengan bisikan Jibril karena kemampuan Khadijah, istri beliau, yang dapat membangun kepercayaan diri beliau tentang kepribadiannya yang mulia sehingga terpilih menjadi nabi. Arsitektur hanyalah salah satu contoh bentuk visual yang membantu masyarakat menyadari betapa agama sangatlah menghargai keberadaan perempuan dan mengagungkannya.
Ira Adriati Winarno, SSn, MSn Pengajar Seni Rupa Islam pada Departemen Seni Murni FSRD ITB Bandung
No comments:
Post a Comment