Thursday, June 15, 2006

[Fikrah]: Arsitektur yang Bersyariah? Kenapa Tidak?

Foto: Menara Kembar Petronas, Malaysia

Kita pasti sudah tidak asing lagi dengan term Perbankan Syariah, Ekonomi Syariah, Psikologi Islam, Hukum Islam dan lain sebagainya. Namun term Syariah dipakai dalam bidang lain semisal bidang keteknikan nampaknya hal itu belum memungkinkan. Para ahli bidang keteknikan justru hanya bisa berputar-putar dalam pembuktian makna ayat-ayat dalam Al Qur'an saja, namun secara praktikal belum bisa menjadikannya sebagai suatu standar metode (proceeding) atau standar produknya.

Arsitektur bersyariah, impian ini pasti dimiliki oleh semua rekan Arsitek Muslim. Namun wujudnya hingga kini tidak terlihat jelas. Mungkin hal ini dikarenakan keterbatasan pengetahuan sang arsitek tentang syariah ataukah istilah tersebut masih rancu dan terlalu kompleks untuk didefinisikan.

Arsitektur Islam: Tidak Sekedar Kubah dan Menara
Bangunan Masjid sudah menjadi hal yang identik sebagai wajah peradaban Islam.
Saking identiknya, definisi arsitektur islam tidak jauh dari kubah dan menara serta kaligrafi yang mempermanisnya. Mau seperti apa arsitek berusaha mendesain, tanpa elemen tersebut, orang kebanyakan pasti merasa ada sesuatu bagian yang hilang dan lalu menganggap bangunan tersebut bukan produk arsitektur islam. Tak heran banyak pemakai awam protes jika arsitek mendesain mesjid, semisal: masjid tanpa kubah dan tanpa menara, masjid berkubah limas, dan mesjid tanpa hiasan kaligrafi.

Sebenarnya hingga kini definisi arsitektur islam agak sedikit diselewengkan hingga terasa ekslusif. Ia sekarang terjebak dalam defini tarik menarik dengan budaya lokal dan isme-isme lainnya. Maka sudah menjadi hal biasa jika terjadi pertentangan yang ricuh antara pemerhati arsitektur. Sebagai contoh: sampai saat ini masih terjadi ''perebutan'' kepemilikan elemen kubah dan menara antara islam dan budaya atau agama lainnya.

Padahal ia mempunyai ciri khasnya sendiri, yaitu sifat keuniversalannya yang berpengaruh dominan sebagai etika dalam mendesain, dan berbaur dengan elemen-elemen yang sudah ada. Sebagai contoh masjid di Jawa yang tetap memakai elemen-elemen lokal yang baik namun segi filosofisnya dibuang dan mengeliminasi elemen-elemennya yang buruk, seperti halnya patung-patung dan gambar-gambar makhluk hidup. Lalu contoh masjid di Iran, di Afghanistan, di India dan lain-lain tetap menampilkan wajah lokal namun sifat universalnya tetap sama.

Namun sayang, etika yang bersifat universal ini seakan terhenti pada eliminasi elemen-elemen haram dan berkutat pada mempercantik estetika, namun tidak dilanjutkan ke aspek-aspek yang lebih luas lagi terutama fungsionalitas bangunan.

Filosofis ataukah Fungsionalis
Seperti halnya arsitek kebanyakan yang lebih banyak berpaham form follow finance daripada form follow function, sang arsitek muslim ternyata tak jauh dari tren ini. Mereka lebih sering hanya cenderung memperhatikan aritistik penampilan bangunan, demi memuaskan pandangan pemakai ataupun pemilik. Sedangkan aspek fungsi sering dibelakangkan.

Mereka memang menjadikan Al-Qur'an dan Hadits ataupun di luar konteks keduanya sebagai dasar dalam mendesain. Lalu mencoba mengadakan usaha penafsiran dan penadabburan dari itu semua dengan menghasilkan asumsi yang berdasar maupun asumsi sendiri. Namun sayangnya hasil percobaannya hanya berupa hal-hal yang bersifat filosofis. Dan hasil desainnya tidak mampu ditangkap dan diartikan oleh pemakainya, padahal tujuan arsiteknya adalah agar sang pemakai terhadap desain terpengaruh secara psikis dalam melakukan aktivitas didalamnya. Sikap yang berlebih-lebihan (ghuluw) dari arsitek tersebut malah mendatangkan mudharat daripada manfaat.

Arsitektur Islam tidak sebatas kepuasan artistik dan pendekatan filosofis semata. Al Qur’an dan Hadits sebaiknya juga tak hanya menjadi inspirasi penampilan (estetika) namun juga dapat menjadi etika atau aturan dalam mendesain maupun standar desainnya. Karena pendekatan secara fungsional lebih dibutuhkan oleh pemakai dalam beraktivitas di dalam sebuah ruangan, sehingga produk arsitektur tidak mubadzir. Ruangan harus praktis, realistis dan terukur dalam rangka mempermudah gerak aktivitas di dalamnya.

Namun produk arsitektur islam tidak hanya harus fungsional namun juga syar'i. Seperti halnya toilet sebagai pengandaian, akan fungsional sekali jika antara toilet pria dan wanita menjadi satu, namun dilihat dari syariah akan lebih fungsional lagi jika antara keduanya dipisah.

Arsitektur Bersyariah Sekarang Juga !
Terlepas dari kecenderungan term yang akan dipakai; Arsitektur Islam, Arsitektur Islami atau Arsitektur Syariah, namun sebaiknya definisinya mewakili keuniversalan Islam. Sehingga kita tidak terjebak memisahkan diri dari isme-isme maupun jati diri arsitektur berlatar belakangkan budaya yang ada. Namun justru term ini lebih memunculkan penekanan, bahwa keberadaan paham yang kita miliki menjadi mediator (penengah) dari kesemuanya itu, Islam adalah rahmatan lil alamin dan umat muslim adalah ummatan wasathon.

Dalam perumusan metode mendesain dalam frame arsitektur bersyariah memang akan sedikit bermasalah. Karena setiap kasus pendekatan dan perlakuannya pasti berbeda, seperti halnya yang terjadi pada metode mendesain lainnya. Terkadang metode tersebut harus mengalami perubahan, pengurangan dan penambahan, dan adapula metode yang bersifat baku namun fleksibel dalam pemakaiannya. Namun dari beberapa metode yang ada sudah cukup bisa diandalkan dan teruji. Secara umum, metode-metode tersebut memiliki 3 pokok bahasan, yakni: Lingkungan, Manusia. dan Bangunan. Oleh karena itu, metode arsitektur yang bersyariah sebaiknya berupa metode yang bersifat sebagai alat yang berpengaruh kuat terhadap aspek-aspek yang dibahas dalam membantu proses penentuan prioritas dan juga dalam pengambilan keputusan dalam mendesain.

Sampai saat ini, saya tidak menemukan satu handbook pun yang memberikan data-data standard desain yang bersyariah semisal Architect’s Data yang sering dipakai oleh para arsitek. Ada baiknya jika kita menyusun buku tersebut sebagai pegangan para arsitek muslim. Seperti layaknya kitab fiqh, buku tersebut dimulai dari bab-bab yang sederhana hingga kompleks dan luas sifatnya, yakni dimulai dari bab Thaharah (Bersuci) terlebih dahulu.

Dari buku ini akan melahirkan desain-desain yang berstandar syariah. Sebagai contoh: Bagaimanakah desain tempat wudhu' yang praktis dan nyaman serta tidak mubadzir memakai air ? Atau bagaimanakah desain Pissoir atau Urinal dan Jamban atau WC, sehingga - maaf - tidak terciprat najis ke celana ataupun pakaian ? Apakah antara kamar mandi dan WC harus terpisah ? Berapakah ukuran standar tempat bersholat untuk 1 orang ? Ada ruang apa sajakah di dalam Baitul Mal ataupun Rumah Zakat ? Bagaimanakah bentuk bangunan pasar dengan melihat kaidah jual beli yang islami ? Bagaimanakah bangunan pemerintahan (khilafah) ? Baru setelah itu kita masuk ke bab perencanaan permukiman, perencanaan kota, dan seterusnya yang bersifat luas.

Mewujudkan standar tersebut bukanlah suatu hal yang gampang dan juga bukanlah hanya dapat dilakukan oleh 1 orang saja. Namun diperlukan kerjasama tim yang terdiri dari berbagai ahli arsitektur yang memiliki kompetensi penekanan bidang yang berbeda-beda. Tentu saja para ahli ini harus juga memiliki pemahaman syariah yang baik, walau memang tidak dapat dihindari menghadirkan sang ahli itu sendiri semisal Ahli yang kompeten di bidang Fiqh dalam tim perumusan.

Insya Allah dari hasil perumusan standar tersebut akan didapat manfaat yang banyak. Arsitek muslim akan memiliki buku panduan dalam berkarya dan melahirkan produk-produk desain bersyariah. Pemakai produk juga diuntungkan, tidak hanya kebutuhannya terpuaskan saja namun juga selamat dunia dan akhirat. Dan tak ketinggalan pula, bahwa standar-standar desain akan membuka industri dan pasar baru yang memiliki produk berdaya saing, karena memiliki kekhasan yang berbeda dari produk standar biasa, terutama produk interior ruangan dan ruangan ’’bongkar pasang’’ yang siap diproduksi secara massal.

Wallahu a’lam bi showab.

3 comments:

fanny's said...

Depoy said "Ada baiknya jika kita menyusun buku tersebut sebagai pegangan para arsitek muslim."

I dare you to make it....:)

waterpoured said...

kalo sendirian kayaknya ampe tua baru jadi tuh buku...

makanya mo ikutan gak nyusunnya... kerja tim lebih bagus dan cepat... :)

fanny's said...

Assalamu alaikum,

*Ketika tantangan berbalas tantangan nih....:)*

Mau ikutan...:)
kalau memang ada niatan menggarap serius.