Wednesday, November 08, 2006

[Informasi]: Penemu Metode Arah Kiblat, Siapakah Dia?

Sumber: NU Online

Selama berabad-abad Muslim di seluruh dunia menjalan petunjuk dalam Al-Quran, agar menghadap Qiblat di Mekkah ketika sholat. “… Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya ….” (Alquran 2;144)

Namun, bagi umat Islam yang jaraknya ribuan mil dari kota Makkah, bukan hal yang gampang untuk menemukan arah yang benar untuk sholat atau arah Qiblat. Masalah ini sering menimbulkan kontroversi.

Beberapa mesjid di Kairo, Mesir mempertimbangkan dua arah Qiblat yang berbeda dengan besaran sudut sebesar 10 derajat antara arah satu dengan yang lain, bila diambil garis lurus dari dinding luar mesjid dan dari dinding dalam mesjid.Di Amerika Utara, umat Islam mengambil arah Timur Laut sebagai arah Qiblat, berdasarkan rute lingkaran besar ( jarak terpendek permukaan bumi ) ke arah kota Makkah, sementara umat Islam lainnya mengambil arah Tenggara.

Umat Islam yang hidup di abad pertengahan, menggunakan hitungan matematika yang canggih untuk memecahkan kesulitan dalam menentukan arah Qiblat, sebelum masyarakat Eropa berhasil menemukan metoda yang sama. Ketika orang-orang Eropa meyakini bahwa permukaan bumi rata, para ilmuwan Islam sudah membuat koreksi tentang lengkungan permukaan bumi. Dua bentuk alat yang berhasil ditemukan, membuktikan bahwa ahli matematika Islam pada saat itu jauh lebih maju. Peta dunia dengan pusat kota Makkkah, menunjukkan arah dan jarak ke kota Makkah, dari berbagai tempat di dunia bagi umat Islam di abad pertengahan, dan mereka sudah membuatnya dalam bentuk peta ‘timbul’ yang baru dikenal di oleh dunia barat pada abad ke-20.

Pakar sejarah dari Johann Wolgang Universitas Goethe di Frankfurt, Jerman, David King mengungkapkan,”Saya sudah melakukan penelitian tentang arah Qiblat selama 20 tahun, dan penemuan peta ini sangat mengejutkan saya”. Selama 10 tahun terakhir, King berusaha menemukan siapa pembuat peta-peta itu, dan siapa yang lebih penting siapa yang mendisainnya. Bukti-bukti yang ada menunjukkan bahwa peta-peta timbul tersebut dibuat dekat Isfahan, atau yang dikenal dengan negara Iran sekarang, pada saat pemerintahan dinasti Safavid (1502-1722). King meyakini, petak-petak pada peta yang menjadi bagian yang istimewa dari peta tersebut, sudah ditemukan berabad-abad sebelumnya.

Satu dari dua peta bersejarah itu muncul pada tahun 1989, dalam pelelangan di pusat lelang Sotheby, London. Peta yang kedua, dimiliki oleh seorang kolektor yang tidak bersedia disebutkan namanya, yang membeli peta tersebut dari seorang pedagang barang-barang antik di Paris pada tahun 1995. Kedua peta itu sangat mirip, dan diperkirakan berasal dari tempat pembuatan yang sama. Peta-peta tersebut memiliki lebar sekitar 9 inci, dan aslinya dilengkapi dengan 3 alat yaitu kompas, jam matahari, dan alat penunjuk berputar, yang menunjukkan arah dan jarak ke kota Makkah. Peta-peta itu juga menggambarkan garis lintang dan garis bujur, dimana garis lintang digambarkan dengan garis melingkar sedangkan garis bujur digambarkan dengan garis vertical. Lebih dari 100 lubang terdapat pada peta yang terbuat dari campuran tembaga dan timah itu, yang menunjukkan berbagai lokasi berbeda ke arah kota Mekah sebagai pusatnya. Karena fungsinya bukan sebagai alat navigasi, peta-peta penunjuk arah Qiblat itu tidak seperti peta yang kita kenal pada umumnya. Peta tersebut tidak memberikan keterangan daratan, lautan atau sungai.

“Hal itu tidak mengherankan, karena yang mereka butuhkan adalah keterangan tentang garis lengkung permukaan bumi dan motivasi untuk menemukan arah Qiblat,” ungkap seorang ahli sejarah matematika Len Berggren dari Universitas Simon Fraser di Vancouver, Canada. “Yang menjadi kejutan adalah ide membuat peta itu dalam bentuk menyembul,” tambahnya. Bukan hanya garis bujur dan garis lintang yang keduanya menjadi penemuan yang belum pernah terjadi di dunia Islam, tapi ukuran-ukurannya pun sangat tepat sehingga jarak ke kota Mekah dalam petunjuk tersebut, sesuai dengan jarak seperti yang ada sekarang. Kalau garis-garis itu hanya berupa garis lurus, maka teori untuk menemukan arah Qiblat pada peta itu tidak berlaku.

Menurut King, para pembuat peta di Isfahan tidak pernah mengerjakan bentuk lengkung dalam peta itu sendiri, mereka juga melibatkan pakar astronomi bukan para ahli matematika.

Lantas darimana model asli penunjuk Qiblat sebenarnya berasal ? Menurut perkiraan King, pada awal abad ke-19, para ahli astronomi Islam sudah merancang metode untuk menghitung arah Qiblat. Seiring dengan munculnya metode, King menduga peta-peta penunjuk arah Qiblat juga mulai dibuat. Sementara itu, rekan King di Universitas Goethe Francois Charette berteori, bahwa garis lengkung dalam peta untuk menerjemahkan bentuk sama dalam kartografi ( penggambaran peta ). Dugaan lainnya, peta itu didisain oleh seorang pakar yang sangat menguasai ilmu trigonometri. King memperkirakan pelopornya adalah Abu ‘I-Rayhan Al-Biruni (973-1048) ilmuwan Islam abad pertengahan yang hidup di Ghazna, (sekarang Afghanistan) yang juga menulis sejumlah bukun yang sangat berpengaruh, yang membahas secara mendalam tentang Qiblat.

Namun dalam katalog yang dibuat oleh balai lelang Sotheby, saat pelelangan peta itu menuliskan bahwa peta-peta itu merupakan inspirasi bangsa Eropa Barat, dan instrumen bersejarah itu adalah bukti dari hasil asimilasi ilmu pengetahuan yang berkembang di Eropa dan teknologi di Persia pada abad ke-18. Namun interpretasi itu dibantah keras oleh King, dengan mengacu pada bentuk fisik dan bukti sejarah. King berargumentasi, meski para pakar matematika Eropa juga melakukan penelitian untuk menemukan arah Qiblat, ada kenyataan sejarah yang membuktikan bahwa formula tentang bagaimana menemukan arah Qiblat sudah dilakukan oleh ilmuwan Islam pada abad ke-9. Tidak ada bukti para ilmuwan Eropa yang ada di Persia pada saat itu membawa alat seperti peta dengan kota Mekah sebagai pusatnya.

Sampai hari ini, tidak ada petunjuk lain yang memberi titik terang tentang dari mana sebenarnya asal peta penunjuk arah Qiblat itu berasal. Masalahnya, banyak naskah-naskah dalam bahasa Arab yang tidak dipelajari dan dikatalogkan di perpustakaan-perpustakaan di dunia. Naskah-naskah it bisa jadi memuat keterangan-keterangan bagaimana umat Islam pada jaman dahulu menentukan arah Qiblat, dengan metode yang belum dikenal sebelumnya. (MA/ln/islamicity)

No comments: